Kartini, Inspirator Perjuangan Wanita
UMK-Kontribusi wanita dalam perkembangan sejarah bangsa sangat besar. Perjuangan wanita tidak bisa dilepaskan dari sosok Raden Ajeng (RA) Kartini yang. Perjuangan yang dilakukan RA Kartini semata-mata untuk mencapai kesetaraan gender.
Menurut Dra. Farida Yuliani, Msi, Ketua Pusat Studi Gender (PSG) Universitas Muria Kudus (UMK), saat Kartini masih hidup hak-hak wanita masih terbatasi oleh budaya. “Bayangkan, umur dua belas tahun sudah dipingit, kan tidak bisa memperoleh pendidikan tinggi, apalagi berpolitik,” kata Farida.
Bagi Farida, para wanita Indonesia harus mengingat sejarah perjuangan Kartini dalam membela hak-hak wanita. “Ini sangat penting, agar semangat peran kewanitaan tumbuh pada setiap wanita,” jelas ibu berkerudung ini.
Ketika tercapai kesetaraan gender, maka wanita mampu mengemukakan pendapat, bekerja, memperoleh pendidikan bahkan hingga berpolitik. “Semua itu bisa kita lakukan saat ini. Berbeda saat Kartini, sehingga kita patut berterimakasih atas jasa Kartni,” tambah Farida.
Namun, perjuangan wanita saat ini konteksnya berbeda. Karena di semua sektor, wanita sudah terlibat di semua sektor kehidupan manusia. Tetapi menurut penilaian Farida masih ada yang kurang, yakni di pemegang kebijakan. Banyak di antara pemegang kebijakan masih didominasi pria, mulai dari tingkat Rukun Tetangga (RT) hingga pemerintahan pusat.
Menurut Farida saat ini ada dua tipe perempuan. Pertama perempuan apriori. Perempuan jenis ini ketika tercukupi kebutuhannya dia akan diam. Sehingga, perempuan jenis ini acuh dengan perkembangan termasuk kesetaraan gender. Yang penting tercukupi kebutuhannya.
Kedua, wanita yang bisa mengeluarkan pendapat. Perempuan jenis ini merupakan perempuan yang peka dengan keadaan sekitar. Termasuk peka akan hak-hak sebagai wanita. (Agus/portal)
Menurut Dra. Farida Yuliani, Msi, Ketua Pusat Studi Gender (PSG) Universitas Muria Kudus (UMK), saat Kartini masih hidup hak-hak wanita masih terbatasi oleh budaya. “Bayangkan, umur dua belas tahun sudah dipingit, kan tidak bisa memperoleh pendidikan tinggi, apalagi berpolitik,” kata Farida.
Bagi Farida, para wanita Indonesia harus mengingat sejarah perjuangan Kartini dalam membela hak-hak wanita. “Ini sangat penting, agar semangat peran kewanitaan tumbuh pada setiap wanita,” jelas ibu berkerudung ini.
Ketika tercapai kesetaraan gender, maka wanita mampu mengemukakan pendapat, bekerja, memperoleh pendidikan bahkan hingga berpolitik. “Semua itu bisa kita lakukan saat ini. Berbeda saat Kartini, sehingga kita patut berterimakasih atas jasa Kartni,” tambah Farida.
Namun, perjuangan wanita saat ini konteksnya berbeda. Karena di semua sektor, wanita sudah terlibat di semua sektor kehidupan manusia. Tetapi menurut penilaian Farida masih ada yang kurang, yakni di pemegang kebijakan. Banyak di antara pemegang kebijakan masih didominasi pria, mulai dari tingkat Rukun Tetangga (RT) hingga pemerintahan pusat.
Menurut Farida saat ini ada dua tipe perempuan. Pertama perempuan apriori. Perempuan jenis ini ketika tercukupi kebutuhannya dia akan diam. Sehingga, perempuan jenis ini acuh dengan perkembangan termasuk kesetaraan gender. Yang penting tercukupi kebutuhannya.
Kedua, wanita yang bisa mengeluarkan pendapat. Perempuan jenis ini merupakan perempuan yang peka dengan keadaan sekitar. Termasuk peka akan hak-hak sebagai wanita. (Agus/portal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar