'Matah Ati' Kisah Cinta dan Perjuangan Wanita Jawa
Rabu, 18 Mei 2011
Cinta adalah dasar dari pementasan drama tari 'Matah Ati'. Kisah cinta Rubiyah kepada tanah Jawa dan cintanya kepada sang pujaan hati Raden Mas Said. Pementasan ini juga terjadi karena cinta Bandoro Raden Ayu Atila Soeryadjaya akan budaya dan seni Jawa.
'Matah Ati' mengisahkan sosok Rubiyah, seorang tokoh pejuang wanita Jawa dalam masa penjajahan VOC. Lahir di Desa Matah, putri seorang ulama bernama Kyai Kasan Nuriman ini dipercaya memiliki kekuatan tertentu. Suatu hari ia menonton pertunjukkan wayang kulit yang diselenggarakan oleh Pangeran Prangwedana atau lebih dikenal dengan Raden Mas Said. Sosok gadis itu ternyata mampu membuat Raden Mas Said terpesona. Kemudian Raden Mas Said mencari tahu tentang gadis itu, yang ternyata bernama Rubiyah.
Raden Mas Said melamar Rubiyah menjadi istrinya. Rubiyah yang sudah mengetahui sosok Raden Mas Said, memang telah mengagumi ksatria yang dikenal keberaniannya melawan kesemena-menaan penjajah VOC itu. Akhirnya ia menerima lamaran tersebut dan sejak ia menikah dengan Raden Mas Said. Rubiyah mendapat nama baru Bandoro Raden Ayu Matah Ati. Matah diambil dari desa kelahirannya dan dapat juga diartikan sebagai sikap melayani hati sang pangeran.
Selama 16 tahun, Rubiyah mendampingi sang suami memimpin pemberontakan melawan VOC. Dari perjuangan Raden Mas Said, Rubiyah terinspirasi dan kemudian ikut berjuang memimpin laskar puteri. Dari Rubiyah lahirlah keturunan Mangkunegaran hingga sekarang. Pada tahun 1787, Rubiyah meninggal dunia dan dimakamkan di daerah asalnya Nglaroh.
Kisah ini adalah kisah nyata pada abad ke-18. Selama dua setengah tahun, Atila Soeryadjaya menyiapkan pementasan ini, dimulai dari pengumpulan data, melakukan berbagai riset termasuk membaca berbagai literatur di perpustakaan Keraton Mangunegaran, Solo.
"Tokoh pejuang perempuan Indonesia dari tanah Jawa yakni Rubiyah memiliki andil melawan penjajah. Kisah Rubiyah dan Raden Mas Said merupakan cikal bakal berdirinya Istana Mangkunegaran," ungkap Bandoro Raden Ayu (BRAy) Atilah Soeryadjaya pencetus ide dan penulis naskah 'Mata Ati'.
Satu hal yang menyita perhatian penonton adalah bentuk panggung yang dibikin miring. Panggung buatan Jay Subyakto yang terbuat dari bahan metal dengan kemiringan 15 derajat. Panggung tersebut dilengkapi dengan electronic trap door berukuran 14x14x2,5 meter.
Dengan bentuk panggung seperti itu, formasi penari akan terlihat jelas dari berbagai sudut, bahkan bagi penonton yang duduk di deretan paling depan. Stamina penari pun tak bisa diremehkan. Mereka harus mengeluarkan ekstra energi untuk melakonkan pertunjukan dalam panggung yang didesain semacam ini. Pertunjukan ini melibatkan 78 orang penari dan pemain gamelan dari Institut Seni Indonesia, Surakarta, Jawa Tengah. (and)
Art Articles
- 'Adira Indonesia Art Motoring I' Otomotif Dalam Bahasa Seni Yang Indah
- Komposisi 8 Cinta Larutkan Syair Cinta Nan Universal
- Love Lies (Secret) Ungkapan Hati Nan Jujur Dalam Media Seni
- Simple Way To Draw Lewat Proyektor
- Numpang Nampang Perlihatkan Diam Tapi Tak Berbicara
- Merekam Hitam Putih Manusia Indonesia
- Kompleksekali Bandingkan Soeharto Dan Gus Dur
- Tenganan Sebagai Representasi Kritis Tradisi
- The Fitting Room Bergulat Dengan Identitas
- President's Young Talents Mengeksplorasi Seni
Entertainment Articles
- 'The Muppets' Hadirkan Kisah Petualangan Seru
- Noel Gallagher Akan Luncurkan Album Solo
- Istri Saipul Jamil Terkena Virus
- Bibir Merah Debby Ayu
- Foto Hot Syahrini Beredar Di Dunia Maya
- Agni Pratistha Belum Komentar Soal Foto Toplessnya
- Foto Topless Agni Pratistha Beredar Di Internet
- Bokong Pippa Middleton Bikin Mabuk Kepayang
- Jennifer Aniston Lakukan Pelecehan Seksual
- Foto Konser Avril Lavigne
Tidak ada komentar:
Posting Komentar