About Me

My Blog List

Followers

RSS

Kamis, 15 Desember 2011

Wanita Indonesia Antara Kegelapan Dan Masa Depannya


Sejarah

Jadikan Teman | Kirim Pesan

Syaifud Adidharta

Hidup Ini Hanya Satu Kali. Bisakah Kita Hidup Berbuat Indah Untuk Semua ?

Wanita Indonesia Antara Kegelapan Dan Masa Depannya

OPINI | 17 April 2011 | 02:53 869 8 2 dari 3 Kompasianer menilai aktual

Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia pada masa era kolonial penjajahan bangsa asing, sejarah perjuangan kaum wanita Indonesia masih belum tercatat sepenuhnya didalam catatan sejarah bangsa ini. Banyak kaum wanita Indonesia di era kolonial penjajahan bangsa asing yang tidak sedikit pengorbanannya dalam perjuangan dimasa itu. Jiwa dan raga kaum wanita Indonesia dimasa perjuangan bangsa dengan rela dikorbankan demi sebuah tujuan murni, Indonesia terbebas dari cengkraman kekuasaan penjajahan Spanyol, Portugis, Belanda, Ingris dan juga Jepang.
Dalam sejarah bangsa ini, Indonesia cukup lama mengalami penderitaan dari berbagai kekejaman, pemaksaan, perampasan, dan bahkan pemerkosaan yang dilakukan oleh penjajahan selama lebih dari 350 tahun. Selama masa lebih dari 350 tahun tersebut  kaum wanita Indonesia juga banyak mengalamai berbagai tekanan dan pemaksaan yang begitu keras oleh penjajah. Mereka banyak mengorbakan jiwa dan raganya demi bangsa ini bisa bebas dari cengkraman kejam penjajahan. Kaum wanita Indonesia dimasa penjajahan sungguh tidak dihargai jati dirinya, mereka lebih dilecehkan begitu saja kehormatannya oleh penjajah. Kaum wanita Indonesia dalam sejarah bangsa Indonesia sungguh menyedihkan. Harga diri dan kehormatan baginya tidak ada nilai di mata para penjajah negeri ini dimasa itu.
Dimasa terjadinya Perang Dunia ke Dua (PD.II), terjadi perubahan iklim penjajahan di negara-negara di dunia yang begitu mengerikan. Terutama bagi kaum wanita sungguh tidak ada nilainya. Kaum wanita di masa PD.II lebih berat tantangannya dan ujiannya saat itu. Pelecehan kaum wanita banyak dilakukan oleh penjajahan, terutama pada penjajahan kolonial Jepang. Jepang sendiri pada PD.II hampir mengusai seperempat dunia yang dijajahnya. Asia, Eropa dan bahkan Amerika.
Didalam tulisan saya kali ini, saya akan mencoba kembali mengangkat tema tentang sejarah Wanita Indonesia yang mengalami berbagai penyiksaan dan pelecehan harga diri dimasa penjajahan kolonial Jepang. Walau sebelumnya banyak penulis sering mengangkat tema yang sama, akan tetapi saya akan mencoba kembali mengingatkan kita semua tentang arti pentingnya kaum wanita didalam kehidupan kita sehari-hari, bahwa kaum wanita adalah juga mahkluk Tuhan yang harus di hargai, di hormati dan juga di kagumi atas keistimewaannya yang sesungguhnya mulia di mata kita semua, khususnya di mata kaum pria yang mengaguminya. Walau sebenarnya kaum wanita itu bukanlah dewa melainkan Dewi pencerahan bagi kaum pria, dan mereka kaum wanita memiliki nilai tersendiri yang punya arti penting bagi kita semua maupun bangsa ini.
Dimasa kolonial penjajahan Jepang kaum wanita Indonesia sungguh tersiksa jiwa dan raganya. Banyak sebagian kaum wanita Indonesia diberlakukan senonoh oleh para serdadu kekaisaran kerajaan Jepang pada masa penjajahannya di Indonesia yaitu di tahun 1942 hingga 1945.
Pasukan kolonial Jepang di saat nelakukan invansi ke negara lain yang mengakibatkan peperangan sehingga membuat kelelahan mental serdadu Jepang. Kondisi ini mengakibatkan serdadu Jepang melakukan pelampiasan seksual secara brutal dengan cara melakukan perkosaan masal yang mengakibatkan mewabahnya penyakit kelamin yang menjangkiti diantara serdadu Jepang itu sendiri. Hal ini tentunya melemahkan kekuatan angkatan perang kekaisaran Jepang. Situasi ini memunculkan gagasan untuk merekrut perempuan-perempuan lokal , menyeleksi kesehatan dan memasukan mereka ke dalam Ianjo-Ianjo sebagai rumah bordil militer Jepang.
Mereka direkrut dengan cara halus seperti dijanjikan sekolah gratis, pekerjaan sebagai pemain sandiwara, pekerja rumah tangga, pelayan rumah makan dan juga dengan cara kasar dengan menteror disertai tindak kekerasan, menculik bahkan memperkosa di depan keluarga.
Dan akhirnyapun perlakuan serdadu Jepang berlaku pula di tanah Indonesia pada masa penjajahannya. Di Indonesia sendiri kaum wanita tidak memiliki nilai harga diri yang berarti bagi penjajahan kolonial Jepang. Sebagian banyak kaum wanita Indonesia dibelakukan sama seperti wanita-wanita negara lainnya yang menjadi jajahan Jepang.

130298338467651697
Jugun Ianfu, Berdasarkan sedikit catatan sejarah bangsa ini, di Indonesia tahun 1942 sampai dengan tahun 1945, sebagian besar kaum wanitanya yang berasal dari pulau Jawa yang dijadikan Jugun Ianfu seperti Mardiyem, Sumirah, Emah Kastimah, Sri Sukanti, hanyalah sebagian kecil Jugun Ianfu Indonesia yang bisa diidentifikasi. Masih banyak Jugun Ianfu Indonesia yang hidup maupun sudah meninggal dunia yang belum terlacak keberadaannya.
Mereka diperkosa dan disiksa secara kejam. Dipaksa melayani kebutuhan seksual tentara Jepang sebanyak 10 hingga 20 orang siang dan malam serta dibiarkan kelaparan. Kemudian di aborsi secara paksa apabila hamil. Banyak perempuan mati dalam Ianjo karena sakit, bunuh diri atau disiksa sampai mati.
Sementara itu di Indonesia sendiri terdapat sekitar 1500 perempuan eks Jugun Ianfu yang sebagian besar dari mereka sudah berusia lanjut bahkan telah meninggal dunia. Perjuangan yang mereka lakukan untuk menuntut keadilan serta pengakuan tidak saja melelahkan dan lama, tapi mereka juga nyaris berjuang sendirian karena sampai saat ini tidak nampak adanya dukungan dari pemerintah terlebih pengakuan terhadap mereka.
Mungkin hal ini disebabkan isu tersebut sangat politis karena berkaitan dengan pemerintah Jepang yang tidak dipungkiri lagi sering memberi bantuan dan hibah terbesar untuk Indonesia. Jadi dengan mungkin pemerintahan Indonesia merasa sungkan untuk menyikapi isu Jugun Ianfu, maka dikhawatirkan bisa berdampak pada sisi policy Jepang sebagai negara pendonor terbesar bagi Indonesia hingga saat ini.
Kita semua semoga masih mengingat tentang perjuangan seorang wanita Indonesia yang salah satu korban dan sekaligus saksi sejarah Jugun Ianfu dimasa penjajahan kolonial Jepang di Indonesia. Dia adalah Ibu Mardiyem. Dirinya hingga sekarang masih terus berjuang untuk memperjuangkan nama baik kaum wanita Indonesia yang menjadi korban pelecehan seksual serdadu Jepang pada masa Jugun Ianfu diberlakukan. Namun hingga saat ini perjuangannya belum saja mendapatkan respon baik dari pemerintahan Jepang dan juga kurangnya mendapat dukungan dari pemerintahan Indonesia sendiri.
Pemerintah Jepang tidak pernah mengakui keterlibatannya dalam praktek perbudakan seksual di masa perang Asia Pasifik yaitu di masa Perang Dunia ke Dua. Pemerintah Jepang berdalih Jugun Ianfu dikelola dan dioperasikan oleh pihak swasta. Pemerintah Jepang menolak meminta maaf secara resmi kepada para Jugun Ianfu. Kendatipun demikian pada bulan Juli 1995 pada masa Perdana Menteri Tomiichi Murayama pernah menyiratkan permintaan maaf secara pribadi, tetapi tidak mewakili negara Jepang. Kemudian di tahun 1993 Yohei Kono mewakili sekretaris kabinet Jepang memberikan pernyataan empatinya kepada korban Jugun Ianfu. Namun pada bulan Maret 2007 disaat kekuasaan Perdana Menteri Shinzo Abe mengeluarkan pernyataan yang kontroversial dengan menyanggah keterlibatan militer Jepang dalam praktek sistem perbudakan seksual.
Pemerintah Indonesia menganggap masalah Jugun Ianfu sudah selesai, bahkan mempererat hubungan bilateral dan ekonomi dengan Jepang paska perang Asia Pasifik. Namun hingga kini banyak organisasi non pemerintah terus memperjuangkan nasib Jugun Ianfu dan terus melakukan melobi ke tingkat internasional untuk menekan pemerintah Jepang agar menyelesaikan kasus perbudakan seksual ini. Kemudian upaya penelitian masih terus dilakukan untuk memperjelas sejarah buram Jugun Ianfu di Indonesia, namun seiringnya waktu terus berjalan  para korban banyak yang sudah lanjut usia.
Kisah ‘ Momoye’ : Salah satu eks Jugun Ianfu di Indonesia yang masih gigih berjuang untuk mendapatkan pengakuan dan keadilan adalah Ibu Mardiyem.  Tahun 1943, Mardiyem ketika itu masih seorang remaja berusia 13 tahun. Ia telah yatim piatu pada waktu itu. Ibunya meninggal ketika ia masih bayi dan ayahnya menyusul sepuluh tahun kemudian. Mardiyem kecil yang hobi menyanyi ini menyangka akan diajak masuk dalam kelompok sandiwara ketika tentara Jepang melakukan pendaftaran untuk anak-anak perempuan. Mardiyem kecil tidak merasa curiga ketika ia harus menjalani pemeriksaan kesehatan.
Mardiyem bersama 48 anak perempuan lainnya dibawa ke Kalimantan atau Borneo pada waktu itu. Seminggu sesampainya di Banjarmasin Mardiyem tidak dipekerjakan di kelompok sandiwara tapi dimasukkan ke hotel Tlawang yang sebenarnya adalah rumah bordil. Mardiyem ditempatkan di kamar nomor 11 dan iapun diberi nama baru, nama Jepang ‘Momoye‘. Baru Mardiyem menyadari bahwa ia dan teman-temannya dijadikan apa yang disebutnya ‘orang nakal‘.
Oleh karena itu Mardiyem sangat marah apabila dikatakan bahwa dirinya adalah pelacur sebelum dijadikan Jugun Ianfu itu. Mardiyem selanjutnya bertutur bahwa teman-temannya yang dimasukkan di hotel tersebut semuanya menangis.
‘Hati saya remuk. Saya ini dari keluarga baik-baik, lingkungan saya priyayi, kok bisa saya jadi orang nakal’, begitu kata Mardiyem sambil menghela napas.
Dari kamar nomor 11 itulah, penderitaan demi penderitaan dialami oleh Mardiyem. Tendangan dan pukulan seringkali diterima dari para tamunya apabila ia berani menolak permintaan tamu Jepangnya.
‘Perlakuan seperti binatang, tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa’, demikian Mardiyem.
Bahkan perlakuan seperti ini masih saja berlangsung ketika ia telah hamil lima bulan dan ia sendiri tidak mengetahuinya. Ia harus menggugurkan kandungannya itu.
‘Perut saya ditekan, sakitnya bukan main dan ketika keluar ia masih menggeliat-geliat’, demikian tutur Mardiyem sambil matanya menerawang ke langit-langit rumahnya di Yogyakarta. Akibatnya, kandungan Mardiyem rusak sehingga ia tidak bisa lagi menghasilkan keturunan.
Video Dokumenter Sejarah Jugun Ianfu di Indonesia
Catatan Media Terkait Kompas - MI : Ada puluhan, bahkan ratusan perempuan korban penjajahan Jepang yang disebut Jugun Ianfu di Indonesia yang sampai sekarang nasib mereka tidak jelas. Mereka tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah. Padahal, mereka mendapatkan hak uang kesejahteraan dari Jepang.
Uang kesejahateraan yang tadinya mau diberikan kepada Jugun Ianfu, diambil alih pemerintah melalui departeman sosial, dengan alasan untuk melakukan pengelolaan agar nantinya bisa untuk membela dan membantu korban Jugun Ianfu. Tapi, bantuan itu tidak pernah sampai ke tangan para korban Jugun Ianfu.
Setidaknya itulah hasil penelitian yang dilakukan Hilde Janssen, seorang warga Belanda. “Sebenarnya Jepang sudah menawarkan bantuan dengan memberikan uang kesejahteraan bagi para perorangan korban Jugun Ianfu, tapi Indonesia tidak ingin itu kepada peroragan, dan di minta dikasihkan pemerintah,” ujar Hilde yang juga menjadi Jurnalis sebuah surat kabar di belanda.
Di lapangan, Hilda menemukan banyak korban Jugun Ianfu yang hidupnya merana dalam kebisuan. Mereka meolak untuk bicara kepada siapa saja, sehingga Hilde harus menyakinkan mereka bahwa dirinya serius memperjuangkan nasib Jugun Ianfu melalui medianya di Belanda.
“Mereka frustasi besar, disamping stigmatisasi yang diberikan masyarakat tidak pernah hilang. Mereka juga kehilangan uangnya yang diambil pemerintah Indonesia,” ucap Hilde kepada mediaindonesia, seusai diskusi tentang Jugun Ianfu Selasa (29 Maret 2011) malam di Langgeng Art, Yogyakarta.
Sedikitnya ada 50 orang yang diwawancarai Hilda, dan itu tersebar di Indonesia, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra, NTT, Kalimantan, dan di Maluku. “Untuk di Yogyakarta, saya menemukan sekitar 10 orang,” katanya.
Bagi Hilde, Jugun Ianfu adalah orang-orang yang tangguh dan kuat. Karena mereka dapat hidup di tengah siksasan batin yang masih terasa, seperti stigmatisasi masyarakat yagn mengatakan bahwa mereka adalah gundik Jepang.
“Saya mengagumi mereka, meskipun mengalami sesuatu yang luar baisa pahitnya, namun mereka tetap dapat survive dengan cara mereka sendiri,” kata Hilde, yang menemukan sampai sekarang masih ada stigma negatif bagi mereka di tengah-tengah masyarakat.
Tidak hanya itu, Hilde juga menganggap Jugun Ianfu adalah pejuang yang harus dihormati. Mereka menderita demi kemerdekaan Indonesia, dan tidak sedikit dari mereka yang benar-benar berjuang ikut bergabung dengan pejuang-pejuang gerilya waktu itu. Kisah-kisah Jugun Ianfu yang selama ini dianggap tabu dan dibungkam, telah menegaskan sebuah sejarah yang harusnya diketahui mayarakat Indonesia, sehingga dapat mengambil hikmah serta belajar dari masa lalu.
Oleh karena itu, Hilde berharap, seluruh mayarakat Indonesia, harusnya melihat dan mendengar sejarah yang telah dibungkam tersebut. Untuk menghormati korban dan tidak ada lagi stigmatisasi sebagai bekas Jepang, karena itu akan menghina dan membuat mereka dan keluarga merasa malu.
Bagi Hilde, sebutan yang tepat bagi mereka adalah korban yagn tidak bersalah, karena mereka tidak mempunyai pilihan.
“Mereka tidak bersalah, mereka hanya korban yang tidak bisa memilih, harusnya pemerintah Indonesia mengerti itu,” kata Hilde.

1302983436900827329
*.*
Setelah kita mengikuti sekilas sejarah yang terungkap diatas tentang kaum wanita Indonesia pada peristiwa Jugun Ianfu dimasa itu sungguh menyedihkan. Apa yang tersurat di atas benar menjadikan kita merasa miris dibenak hati dan perasaan kita atas pemberlakuan kaum wanita benar tidak dihormati dan tidak dihargai harkat dan martabatnya, kaum wanita Indonesia sungguh terinjak-injak harga dirinya saat itu. Nah kalau sudah demikian bagaimana keadaan sekarang tentang keberadaan kaum wanita Indonesia saat ini ?.
Kita sudah banyak mengetahui bahwa kaum wanita Indonesia saat ini boleh dibilang sudah banyak kemajuan dalam berbagai hal. Tidak sedikit kaum wanita Indonesia saat ini banyak terlibat langsung pada pembangunan bangsa Indonesia dari berbagai bidang. Di dunia politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, hukum, militer dan lain sebagainya.
Kemajuan pesat yang dialami kaum wanita Indonesia saat ini adalah bagian dari rintisan para pejuang sebelumnya dan juga sebagai anugerah Tuhan yang begitu besar nilainya. Maka diharapkan bagi kaum wanita Indonesia, janganlah melupakan sejarah bangsa ini yang telah banyak dibangun oleh kaumnya sendiri. Selainnya itu teruslah berjuang untuk bisa lebih baik lagi mengangkat harkat martabatnya, karena di eraglobalisasi saat ini masih banyak kaum wanita Indonesia yang tertinggal dan tertindas dengan keadaan bangsa Indonesia yang kian tak menentu pada sistem yang berjalan…
*.*
(*. tulisan disari dari berbagai sumber media yang mengungkapkan tentang sejarah perjuangan Kaum Wanita Indonisia, dan juga disari dari berbagai sumber - dilansir ulang oleh : Syaifud Adidharta )

Share 95  
KOMENTAR BERDASARKAN :
LOADING KOMENTAR
Tulis Tanggapan Anda
Guest User

Bandung


SUBSCRIBE AND FOLLOW KOMPASIANA:

KOMPAS.com
© 2008 – 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Blog List

About

Recent Post

Recent Post

Link Sahabat

Diberdayakan oleh Blogger.

Gabung Nyuk...!

5 ARTIKEL POPULER

Reader Community

Simple Me..

Foto Saya
wanita indonesia
sejak kecil aku pengen jadi dokter, tetapi setelah aku memiliki penyakit phobia sama darah jadi gagal seleksi deh, kasian deh bunda yaaa. kalau darah itu bisa diajak berantem udah bunda ajak duel di range tinju dehhhh :+/
Lihat profil lengkapku

About Administrator

Foto Saya
wanita indonesia
sejak kecil aku pengen jadi dokter, tetapi setelah aku memiliki penyakit phobia sama darah jadi gagal seleksi deh, kasian deh bunda yaaa. kalau darah itu bisa diajak berantem udah bunda ajak duel di range tinju dehhhh :+/
Lihat profil lengkapku

Search